Mengapa Harga iPhone di Indonesia Tetap Mahal Meski Tarif Impor dari AS Dihapuskan

Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat baru saja menyepakati kebijakan perdagangan yang cukup strategis: tarif impor untuk sejumlah produk asal AS diturunkan menjadi nol persen. Banyak yang kemudian berharap harga barang-barang dari Negeri Paman Sam akan ikut turun, termasuk perangkat teknologi seperti iPhone. Namun realitasnya, harga iPhone di Indonesia diperkirakan tetap mahal meskipun kebijakan ini berlaku. Apa alasannya?
iPhone Bukan Produk “Buatan Amerika” Secara Formal
Walaupun Apple adalah perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, iPhone secara hukum dagang tidak termasuk dalam kategori barang buatan AS. Ini disebabkan sebagian besar tahapan perakitan dan manufaktur iPhone berlangsung di China, bukan di Amerika Serikat. Dalam perdagangan internasional, yang menentukan asal suatu produk bukanlah asal perusahaan, melainkan tempat terakhir produk itu diproses secara substansial.
Dengan demikian, meskipun iPhone dirancang di Cupertino, California, kenyataannya iPhone diproduksi massal di pabrik-pabrik China, terutama oleh perusahaan manufaktur seperti Foxconn dan Pegatron. Inilah yang membuat iPhone secara resmi dikategorikan sebagai produk buatan China, bukan Amerika Serikat. Artinya, ketika Indonesia memberikan keringanan tarif impor untuk produk asal AS, iPhone tidak termasuk di dalamnya.
Dampak Terbatas bagi Konsumen Indonesia
Secara teknis, perjanjian perdagangan yang meniadakan tarif impor hanya berlaku pada barang yang memang berasal dari Amerika, seperti produk pertanian, suku cadang pesawat, alat berat, dan sektor energi. Barang-barang elektronik seperti smartphone, terutama iPhone yang dirakit di China, tetap akan dikenakan tarif impor sesuai peraturan yang berlaku terhadap produk asal China.
Hal ini tentu mengecewakan sebagian konsumen Indonesia yang berharap kebijakan ini bisa menurunkan harga iPhone di pasar lokal. Padahal, iPhone selama ini sudah tergolong sebagai produk premium dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan produk kompetitor.
Struktur Biaya iPhone di Indonesia
Faktor yang membuat harga iPhone tetap tinggi di Indonesia bukan semata-mata tarif impor, melainkan juga berbagai komponen biaya lain yang turut membebani harga akhir. Pertama adalah bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan terhadap barang impor. Selain itu, ada pula pajak barang mewah (PPnBM) untuk kategori smartphone tertentu, tergantung dari harganya.
Kedua, biaya distribusi dan logistik dari negara produsen hingga ke konsumen Indonesia juga menyumbang pada tingginya harga akhir. Apple pun tidak memproduksi iPhone secara lokal di Indonesia, sehingga tidak mendapatkan insentif apapun dalam hal pengurangan tarif atau bea impor.
Ketiga, adanya margin keuntungan yang ditetapkan oleh distributor resmi dan mitra penjual. Apple tidak langsung menjual produknya di Indonesia, melainkan melalui pihak ketiga seperti Digimap atau iBox, yang tentunya akan memasukkan biaya operasional dan keuntungan mereka ke dalam harga produk.
Tantangan dari Regulasi Dalam Negeri
Satu lagi faktor yang memengaruhi dinamika harga dan distribusi iPhone di Indonesia adalah regulasi pemerintah yang mengatur tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Pemerintah Indonesia mewajibkan smartphone yang dijual di dalam negeri memenuhi minimal 35–40 persen konten lokal. Artinya, Apple harus memenuhi kewajiban tersebut sebelum dapat menjual model iPhone terbaru secara resmi.
Tak jarang peluncuran iPhone generasi terbaru mengalami keterlambatan atau pembatasan karena Apple belum memenuhi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang ditetapkan pemerintah. Ini menunjukkan bahwa tantangan penurunan harga iPhone tidak hanya berasal dari luar negeri, tetapi juga dari kebijakan dalam negeri yang bertujuan mendorong penguatan industri lokal.
Bagaimana dengan Pembelian iPhone dari Luar Negeri?
Sebagian masyarakat Indonesia mencoba mencari alternatif dengan membeli iPhone dari luar negeri, baik melalui jasa titip (jastip) maupun membeli langsung saat bepergian. Namun strategi ini juga tidak serta-merta murah. Setiap perangkat komunikasi yang dibawa masuk ke Indonesia wajib didaftarkan nomor IMEI-nya sesuai kebijakan pemerintah untuk memastikan legalitas dan konektivitasnya di jaringan lokal. Jika tidak mendaftarkan IMEI dan membayar pajak yang berlaku, maka perangkat tidak dapat digunakan di jaringan operator lokal.
Bahkan untuk pendaftaran IMEI, konsumen harus membayar pajak impor yang dapat mencapai lebih dari 40 persen dari harga perangkat. Alhasil, pembelian dari luar negeri pun sering kali tidak terlalu menguntungkan setelah semua biaya tersebut ditambahkan.
Apa Harapan ke Depan?
Jika ingin membuat harga iPhone lebih terjangkau bagi konsumen Indonesia, perlu ada perubahan yang cukup besar di sisi produksi dan distribusi. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah mendorong Apple membangun fasilitas perakitan di Indonesia. Dengan demikian, sebagian iPhone bisa memiliki konten lokal dan mendapat perlakuan tarif yang lebih ringan. Hal ini sudah dilakukan oleh beberapa merek besar seperti Samsung dan Oppo yang memproduksi beberapa modelnya di Indonesia.
Namun, langkah ini tentu tidak mudah karena Apple terkenal sangat selektif dalam menentukan lokasi produksinya dan sangat bergantung pada jaringan manufaktur di China dan India. Tanpa perubahan mendasar pada struktur produksi dan distribusi, harga iPhone di Indonesia kemungkinan besar akan tetap tinggi dalam waktu dekat.
Kesimpulan
Meskipun Indonesia dan Amerika Serikat telah menyepakati penghapusan tarif impor untuk beberapa produk, iPhone tidak termasuk dalam kategori yang diuntungkan dari kebijakan ini. Karena diproduksi di China, iPhone tetap dikenakan tarif impor biasa. Ditambah lagi dengan berbagai faktor lain seperti pajak dalam negeri, biaya distribusi, hingga regulasi TKDN, maka tak mengherankan bila harga iPhone tetap mahal di pasar Indonesia.
Bagi konsumen, satu-satunya harapan agar harga iPhone bisa lebih kompetitif adalah jika Apple mulai berinvestasi dalam bentuk produksi lokal. Namun selama itu belum terjadi, iPhone akan tetap menjadi barang mewah bagi banyak orang di Indonesia, bahkan ketika hubungan dagang dengan Amerika Serikat makin terbuka.